Pikiran dan Karakter

Seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri, demikianlah ia.” — Amsal (23:7).

Adagium ini menjangkau ke setiap kondisi dan keadaan usaha manusia. Setiap diri kita sungguh  terbentuk dari apa yang kita pikirkan, karakter kita merupakan hasil dari semua pikiran kita.

Seperti tanaman yang tumbuh dari, dan tidak mungkin tanpa benih, begitu juga setiap tindakan kita berasal dari benih pikiran kita yang tak tampak, dan tindakan itu tidak mungkin muncul tanpa benih pikiran itu. Seperti tindakan yang sengaja dilakukan, hal yang sama berlaku pula bagi setiap tindakan spontan dan tidak terencana.

Tindakan adalah mekarnya pikiran, dan kegembiraan serta penderitaan adalah buahnya. Jadi, kita memanen buah manis atau pahit dari hal yang kita tanam sendiri. Kita adalah apa yang kita pikirkan. Jika benak kita dipenuhi pikiran jahat, kita akan menderita kesakitan. Jika pikiran kita murni, kegembiraan akan mengikuti. Pertumbuhan manusia adalah fenomena alam dan bukan rekayasa manusia.

Sebab dan akibat adalah keniscayaan. Ketidaksimpangan dalam alam pikiran, sama seperti yang berlaku di dunia materi yang kasat mata. Karakter yang luhur dan mulia tidak tercipta begitu saja, namun merupakan hasil pergulatan yang terus-menerus dan dari pikiran benar serta akibat dari persekutuan dengan pikiran mulia. Karakter tercela dan buas, dengan proses yang sama, adalah hasil dari selalu digunakannya pikiran yang rendah.

Kita tercipta dan binasa oleh  diri kita sendiri. Dengan pikiran, kita mengasah senjata yang justru bisa membinasakan diri kita. Begitu juga, kita bisa mencipta dengan alat-alat yang dapat kita gunakan untuk  membangun rumah surgawi yang dihuni kegembiraan, kekuatan dan kedamaian bagi diri kita.

Dengan pilihan yang benar dan penerapan pikiran secara benar, kita mendaki ke Kesempurnaan Ilahi. Dengan penyalahgunaan dan penerapan pikiran secara salah, kita merendahkan diri kita hingga setingkat binatang. Di antara dua kutub ekstrem adalah tingkat-tingkat karakter. Kita adalah pembuat dan penguasa diri kita sendiri.

Dari semua kebenaran jelita yang bertalian dengan jiwa yang telah dimurnikan dan membawa cahaya  pada zaman ini, tak ada yang lebih menggembirakan dan membuahkan janji dan keyakinan Ilahi selain ini — bahwa kita adalah tuan bagi pikiran kita, pembentuk karakter, dan pembuat serta pembentuk kondisi, lingkungan, dan nasib.

Sebagai mahluk Kekuatan, Kecerdasan, dan Kasih, dan tuan bagi pikiran kita sendiri, setiap diri kita memegang kunci bagi setiap situasi dan dalam diri kita terkandung agen regeneratif dan pengubah  yang bisa kita gunakan untuk membuat diri kita sesuai yang kita kehendaki.

Setiap diri kita selalu menjadi tuan bagi diri kita sendiri, bahkan ketika diri kita berada dalam keadaan yang paling lemah dan tercampakkan. Namun, dalam keadaan kelemahan dan keterpurukan, kita menjadi tuan yang bodoh dan salah mengurus “rumah tangga” kita.

Saat kita mulai merefleksikan kondisi kita dan mencari dengan seksama Sang Hukum yang menjadi dasar pembentukan diri kita, kita akan menjadi tuan yang bijaksana. Mengarahkan energi kita secara cerdas dan memfokuskan pikiran kita kepada isu-isu yang bermanfaat. Itulah contoh tuan yang menyadari dirinya, dan kita bisa menjadi seperti itu dengan menemukan di dalam diri kita hukum pikiran. Penemuan seperti itu merupakan masalah penerapan, analisis diri, dan pengalaman.

Hanya dengan pencarian dan penggalian seperti itu emas dan intan bisa diperoleh, dan kita bisa menemukan kebenaran yang terkait dengan kemanusiaan kita jika kita mau menggali lebih dalam ke tambang jiwa kita. Kita adalah pencipta karakter kita sendiri, pembentuk kehidupan kita, dan pembangun nasib kita sendiri, yang akan terbukti benar jika kita mengamati, mengendalikan, dan mengubah pikiran kita. Menelusuri dampaknya pada diri kita, pada orang lain, dan pada kehidupan dan keadaan kita.

Dengan menghubungkan sebab dan akibat, dengan praktik dan pendidikan secara sabar, dan memanfaatkan setiap pengalaman, bahkan peristiwa kecil sehari-hari maka kita akan mendapatkan pengetahuan akan diri kita, yaitu Pemahaman, Kearifan, dan Kekuatan. Dalam arah ini, dan bukan arah lain, terdapat hukum keniscayaan: bahwa kita akan menemukan apa yang kita cari hanya dengan kesabaran, praktik, dan kesulitan tiada henti. Dengan cara ini, kita bisa memasuki Kuil Pengetahuan.

James Allen, dalam “As a Man Thinketh (Layaknya Seorang Manusia Berpikir) (1903).

2 komentar pada “Pikiran dan Karakter”

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.